Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak mempunyai Tata Cara Pemungutan, Jenis, dan Hukum Pajak yang diatur secara formal pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pada kesempatan ini, tim akuntansi mandiri akan membahas tentang tata cara pemungutan pajak, jenis, dan hukum pajak secara detail.
Tata Cara Pemungutan, Jenis, dan Hukum Pajak |
Tata Cara Pemungutan, Jenis, dan Hukum Pajak - Tata Cara Pemungutan Pajak
- Stelsel nyata/riil : Pengenaan pajak didasarkan pada (objek penghasilan nyata) sehingga pemungutan baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan sebenarnya diketahui. Kelebihan dari stelsel nyata adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahan pajak baru dikarenakan pada akhir periode.
- Stelsel anggapan : Pengenalan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang telah diatur oleh undang-undang. Kelebihan dari stelsel anggapan yakni pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu sampai akhir tahun. Kelemahan pajak yang dibayarkan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya
- Stelsel campuran : Pada awal tahun, besaran pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun pembayaran didasarkan dan disesuaikan dengan keadaan sebenarnya.
2. Asas pemungutan pajak
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak tertentu dibutuhkan atas asas atau acuan yang menjadi dasar maupun pertimbangan dalam pemungutan pajak itu sendiri. Asas-asas tersebut diantaranya: asas yuridis, asas ekonomis, asas umum dan merata, asas domisili, asas sumber, asas kebangsaan, asas waktu, asas rentabilitas, dan asas resiprositas.
- Asas yuridis, pajak yang dibuat oleh pemerintah dan harus ditetapkan berdasarkan undang-undang, dalam penetapanya pun berdasarkan musyawarah dengan perwakilan masyarakat yang tentu pemungutan ini dapat diterima oleh seluruh masyarakat, sehingga sifat pemungutannya legal dan terpercaya.
- Asas ekonomis, dalam hal ini pelaksanaan pemungutan pajak harus dapat dibayar dari penghasilan rakyat dan tidak boleh menghalangi usahanya dalam menuju kebahagiaan rakyat, pajak tidak boleh menghalang-halangi lancarnya usaha perdagangan dan industri atau produksi, pajak tidak boleh bertentangan atau merugian kepentingan umum (bantuan terhadap bencana alam menurut saluran-saluran tertentu yang dilakukan oleh orang atau badan dapat dianggap sebagai pengeluaran yang dapat dipergunakan atau mengurangi penghasilanya dalam rangka menghitung penghasilan bersih.
- Asas umum dan merata, umum artinya asas ini menyatakan bahwa pemungutan pajak harus dikenakan kepada orang-orang yang memenuhi syarat (finansial ataupun administrasi) tanpa pandang bulu dan artinya tekanan beban pajaknya sama (sesuai dengan kemampuan dari wajib pajak masing-masing)
- Asas domisili, pajak dipungut berdasarkan tempat tinggal atau kenegaraan yang dimiliki, sehingga WNI yang penghasilanya dari negara lain pun tetap dipungut
- Asas sumber, pajak dipungut melihat dari mana sumber penghasilan tersebut diperoleh, jika WNA memperoleh sumber penghasilan dalam negeri maka WNA tersebut dikenakan pajak.
- Asas kebangsaan, pajak dipungut kepada WNI di mana saja mereka memperoleh penghasilan dan pajak dipungut kepada setiap orang yang melakukan pekerjaan di dalam negeri termasuk WNA
- Asas waktu, asas ini mensyaratkan bahwa pemungutan pajak harus dilakukan pada wajib pajak dalam keadaan mampu membayar pajak. Misalnya, pemungutan pajak pada saat pegawai mendapat gaji
- Asas resiprositas, asas ini menyatakan bahwa negara memberikan kebebasan subjektif dengan syarat timbal balik. Contohnya adalah duta besar suatu negara yang berada di Indonesia dapat dibebaskan membayar pajak tertentu dengan syarat bahwa negara dari duta besar tersebut juga membebaskan duta besar Indonesia di negara sahabat tersebut.
a. Official assesment system
- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus, yaitu yang ditunjuk dalam pengelolaan pajak
- Wajib pajak sebagai pihak yang terutang bersifat pasif, yakni hanya menyerahkan laporan saja tanpa menghitung penghasilan dalam satu tahunya
- Utang pajak akan timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
Tata Cara Pemungutan, Jenis, dan Hukum Pajak - Jenis Pajak
Tata Cara Pemungutan, Jenis, dan Hukum Pajak - Hukum Pajak
Hukum pajak yang mengatur hubungan antara pemerintah dalam hal ini fiskus selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. terdapat dua macam hukum pajak yaitu:
- Hukum pajak materil, yaitu norma-norma yang menerangkan antar lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Contoh dari ini adalah Undang-undang Pajak Penghasilan
- Hukum pajak formil, memuat bentuk/atata cara untuk mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan (carar melaksanakan hukum pajak materil) Hukum ini memuat:
- Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penerapan suatu utang pajak
- Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak
- Kewajiban wajib pajak misal menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan atau banding. Contohnya dalah Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Berebda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dengan hukum pajak materil PPN. HUkum pajak materil PPh adalah UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN adalah UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009.
Posting Komentar